Kesbangpol Perkuat Perdamaian Aceh dan Persatuan Bangsa

Sebarkan:
LANGSA | Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh, bersama sejumlah pihak berkomitmen memperkuat serta merawat perdamaian Aceh dan menjaga persatuan bangsa.

Hal ini diutarakan, Kepala Bidang Penanganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional Kesbangpol Aceh, Drs. Halim Perdana Kesuma, dalam sambutannya saat membuka Dialog Forum Kewaspadaan Nasional Angkatan III, di Vitra Convention Hall, Langsa, Rabu (16/10/2019).

"Kami menilai capaian program penanganan dan penguatan perdamaian, perlu diukur sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan -  kebijakan ke depan, dalam menjaga kelangsungan perdamaian,"  tuturnya.

Tentu, dengan melibatkan berbagai unsur dan komponen masyarakat yang terkait langsung maupun tidak langsung ke dalam kegiatan penguatan perdamaian itu sendiri.

Dia menjelaskan, dalam melaksanakan berbagai kegiatan, secara programatik pihaknya mengacu kepada Peraturan Gubernur (Pergub) No. 16/2018, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun 2017-2022.

"Khususnya tentang penguatan perdamaian secara berkelanjutan, dimana di dalamnya Badan Kesbangpol Aceh, memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlanjutan perdamaian," jelas Halim Perdana Kesuma.

Diuaraikannya, serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana baik sebelum maupun sesudah terjadi konflik, harus mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, kearifan lokal, partisipatif dan tidak memihak.

Kemudian, penanganan konflik  Aceh termasuk kawasan strategis yang berpotensi menjadi tempat penyebaran paham radikal dari kelompok tertentu dengan mempengaruhi, mengatasnamakan islam dan masyarakat lokal untuk melakukan tindakan sesuai keinginan mereka.

"saat ini kelompok radikal juga sudah memiliki kemampuan pendanaan, pengumpulan  informasi, perekrutan serta penghasutan dengan menggunakan media internet dan jejaring media elektronik lain," paparnya.

Sementara, Kepala Kesbangpol Kota Langsa, H Agussalim SH MH, mengatakan, perdamaian Aceh ditempuh secara bersama–sama oleh segenap komponen masyarakat dan bangsa Indonesia.

Hal ini, kata dia, telah berlangsung selama empat belas tahun. Sejak ditanda tanganinya perjanjian damai antara pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

Agussalim menambahkan, dalam perjalanannya, nota kesepahaman (MOU HELSINKI) menjadi salah satu sumber atas lahirnya Undang – undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang telah kita laksanakan selama ini.

" konflik yang pernah kita alami, hendaklah dapat dijadikan sebagai sebuah pelajaran dan pengalaman pahit yang sangat berarti, konflik sesungguhnya hanya akan membawa kita kepada kerugian yang nyata bukan hanya material tetapi juga imaterial," uajrnya.

Selama ini, sambung dia, konflik yang terjadi baik ditingkat nasional maupun lokal menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk di dalamnya gejala serta potensi konflik yang dapat mengganggu dan mengancam stabilitas nasional.

Untuk itu, beberapa peraturan perundang – undangan terkait penanganan konflik dan kewaspadaan dini telah dikeluarkan oleh pemerintah diantaranya adalah Undang – undang Nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial, peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2015 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

Seterusnya, peraturan menteri dalam negeri nomor 42 tahun 2015 tentang pelaksanaan koordinasi penanganan konflik sosial, serta peraturan menteri dalam negeri nomor 2 tahun 2018 JO permendagri nomor 46 tahun 2019 tentang kewaspadaan dini di daerah.

Diakuinya, kelompok-kelompok radikal saat ini sudah memiliki kemampuan untuk melakukan propaganda, pengumpulan pendanaan, pengumpulan informasi, perekrutan serta penghasutan dengan menggunakan media internet dan jejaring media elektronik lain seperti video dan media sosial lainnya untuk kepentingan kelompoknya.

"propaganda radikal teror juga dapat dilihat dengan munculnya ratusan website, puluhan buku serta postingan-postingan di media sosial yang secara aktif menyebarkan paham intoleran, menghasut, dan menyebarkan kebencian diantara sesama anak bangsa," ulas Agussalim.

Selain itu, maraknya peredaran narkoba di aceh saat ini telah sangat meresahkan dan harus menjadi perhatian kita bersama, karena narkoba dapat menyebabkan kerusakan generasi muda.

narkoba tidak hanya menghancurkan, namun juga telah merambah hingga generasi tua dan aratur pemerintah. hal jelas-jelas dapat mengganggu jalannya pemerintahan dan pembangunan di Aceh. 

Disebutkannya, menyikapi kondisi ini, pemerintah Republik Indonesia melalui bapak Presiden Joko Widodo dan juga pemerintah Aceh telah menyatakan perang melawan narkoba.

"sinergitas seluruh pemangku kepentingan merupakan langkah penting untuk memperkuat ketahanan dari ancaman paham radikal, narkoba dan gangguan keamanan," tandasnya.

Lanjut dia, para tokoh dan segenap unsur yang menjadi opinion leader didalam masyarakat, harus dapat memberikan pemahaman komprehensif mengenai pentingnya penguatan dan implementasi nilai-nilai budaya lokal, yang sejalan dengan nilai kebangsaan dalam mencegah berkembangnya kelompok radikal dan peredaran narkoba dalam kehidupan sehari-hari.

Lewat kegiatan tersebut. Agussalim, mengajak para pihak untuk memperhatikan beberapa hal, diantaranya; melindungi keluarga, mempererat silaturrahmi, mendorong agar masyarakat miliki resistensi yang kuat, pendidikan dan keagamaan yang baik serta penyampaian kebenaran lewat media sosial atau massa. (syaf)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini