Laporan Eni Terhadap Swalayan Wiego ke Disnaker Belum Temui Titik Terang

Sebarkan:

MEDAN |
Sudah setahun lebih pengaduan Eni Fransiska terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dilakukan swalayan Wiego terhadap dirinya ke dinas UPT Pengawas Ketenagakerjaan wilayah 1 Disnaker Provinsi Sumatera Utara belum menemui titik terang.

Bahkan swalayan Wiego yang diduga melanggar peraturan Undang-Undang ketenagakerjaan belum mendapatkan sanksi pidana yang diatur sesuai Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-undang itu mengatur sanksi bahwa pengusaha yang tidak membayar UMR didenda Rp 400 juta dan penjara maksimal 4 tahun.

Terkait pengaduan eni Fransiska ke dinas UPT pengawas ketenagakerjaan wilayah 1 Disnaker provinsi sumatera utara pada 29 Januari 2021atas dugaan pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh swalayan Wiego yang berada di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Kepala UPT Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah I Disnaker Provinsi Sumatera Utara Sevline Rosdiana Butet Spi. MM saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada 23 Mei 2022 tentang perkembangan pengaduan Eni Fransiska mengatakan kepada wartawan.

"Saya sudah tugaskan pejabat upt I bu Rentauli Silalahi selaku kasi penegakan hukum melalui surat disposisi untuk tindak lanjut setelah Lk, hubungi saja ya beliau tentang surat disposisi kepala upt," ucapnya

Setelah mendapatkan arahan untuk konfirmasi lanjutan, awaq media online ini pada tanggal 30 Mei 2022 mengkonfirmasi rentauli Silalahi kasi penegakan hukum UPT 1 melalui pesan WhatsApp mengatakan.

"Pada dasarnya pengawas tidak mau memperlambat kasus yang masuk, tetap semua harus berdasarkan barang bukti, perihal kasus Wiego kita lagi persiapkan untuk gelar interen Disnaker," ujarnya

Eni Fransiska pun meminta kepada pihak berwenang agar memeriksa dan memberikan sanksi pidana kepada pengusaha swalayan Wiego Marelan. 

Hukuman yang membayar karyawannya di bawah upah minimum regional maupun upah minimun Kota.

Menurutnya Sanksi Pidana itu diberikan atas dasar pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Pasal 90 Ayat (1) dan Pasal 185 Ayat (1).

Pasal 90 Ayat (1) menyebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sementara Pasal 185 Ayat (1) menyebutkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Ditengah kondisi negara yang diwarnai banyak pengangguran dan rakyat berkekurangan untuk mendapatkan pencarian, banyak penyalahgunaan keadaan. Dalam perkara tersebut, penyalahgunaan dilakukan oleh pengusaha.

"Aparat Penegak hukum harus melakukan law enforcement (penegakan hukum) terhadap hak buruh karena UMR adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin akibat tidak dibayar sesuai UMR dan menjadi bukti bahwa hukum bisa berpihak kepada rakyat kecil dan agar pengusaha tidak sewenang-wenang membayar upah buruh" ungkapnya.

Eni Fransiska selaku pekerja yang di PHK sepihak pun menambahkan siap kalau kasus ini sampai ke pengadilan.

"Karena saya sudah banyak bukti dan saksi-saksi yang perna satu tempat kerja dengan saya. bahkan lebih lama dari saya dan orang tua saya pun sudah kordinasi dengan ahli hukum bahwa kasus ini bisa membuat pemilik swalayan Wiego di pidanakan ataupun failed bila tidak segera di selesaikan oleh swalayan wiego," tandasnya (Sigit)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini