Wujudkan "Negeri Kepingan Surga" Bali Bersih Dari Narkoba

Sebarkan:
Yuswardi Ardi Putra SH MH, Penyidik Ahli Muda Direktorat TPPU BNN RI

NASIONAL |
Bali nama tempat yang sudah sangat tersohor hingga segala penjuru dunia. Keindahan pariwasata Bali tak lagi diragukan, seban tempat ini kerap dinyatakan sebagai Negeri Kepingan Surga di Indonesia. Sabtu (24/12/2022)

Pariwisata, merupakan salah satu sektor penting dalam menopang pendapatan Bali. Hampir seluruh masyarakat Bali bergantung nafkah pada sektor ini.

Tak hanya dikenal sebagai penyaji wisata alam karena memiliki keindahan alam, Bali juga telah bertransformasi menjadi daerah wisata lengkap yang menyajikan beragam jenis wisata. Ya, baik itu wisata budaya, belanja, olahraga air, kebun binatang dan hiburan lainnya.

Kekayaan varian wisata hiburan ini tentunya membuat turis semakin royal untuk menghabiskan uangnya di Bali. Namun di lain sisi, potensi keuntungan ini bisa mengakibatkan imbas negatif serius terhadap kerawanan kejahatan narkotika.

Mayoritas para penikmat hiburan ini, mencari asupan penambah suasana ketika mereka menikmati jenis wisata ini, macam narkotika atau zat adiktif lainnya. Hal ini tentu menjadi mempersulit pemerintah Bali yang saat ini masih tengah bergumul untuk membersihkan narkoba yang bisa mengganggu kekondusifan berwisata para turis.

Sementara, pangsa pasar narkotika di Bali ternyata bukan hanya wisatawan. Berdasarkan data statistik, kendati masa pandemik sangat menggerus jumlah kunjungan wisatawan ke Bali, namun tidak lantas berdampak signifikan pada tingkat kasus kejahatan narkotika. 

Memang, bila dibandingkan jumlah kasus kejahatan narkotika pada tahun 2019 ketika virus Covid-19 belum ada, terjadi penurunan tiap tahunnya. Namun, penurunan jumlah kasus tersebut hanya sebesar 6.38 persen di tahun 2020 menjadi 806 kasus, dan 19.16 persen di tahun 2021 menjadi 696. 

Data tersebut menggambarkan bahwa kejahatan narkotika masih tetap dilakukan oleh masyarakat Bali, yang disinyalir sebagai pencarian nafkah paling efisien karena dapat mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, yang selama ini digantungkan pada sektor pariwisata. 

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali Gede Sugianyar Dwi Putra, yang mengatakan bahwa tingkat kejahatan narkotika di Bali masih tinggi pada masa pandemik, karena dalam beberapa kasus di antaranya dilakukan oleh tersangka yang merupakan para mantan pekerja wisata atau karyawan di beberapa tempat wisata.

Tingkat kejahatan narkotika di Bali yang masih tinggi meski sepi wisatawan yang berkunjung selama masa pandemi, menjadi bukti bahwa para pelaku kejahatan ini adalah masyarakat Bali itu sendiri. Wajar, bila ingin mengincar Bali sebagai pangsa pasar, sindikat narkoba akan menggunakan masyarakat lokal guna menjalankan bisnis usaha haram ini.

Data menunjukkan bahwa pelaku tindak pidana narkotika yang merupakan masyarakat lokal atau asli Bali, masih cukup tinggi dengan kisaran 40 – 44 persen dari total jumlah pelaku keseluruhan setiap tahun. Dengan kata lain, mengingat karakteristik kejahatan ini adalah kejahatan korporasi sehingga tidak bisa dilakukan oleh pelaku tunggal, sindikat industri perdagangan narkotika ilegal masih menggunakan masyarakat lokal untuk menjalankan beragam sektor dalam industri bisnis ini. Mulai dari produser, pemasok, kurir/distributor, pembeli hingga pengguna.

Ancaman kejahatan narkotika di Bali, kian rawan bila menilik kondisi geografis Bali yang berada di tengah Indonesia. Bali menjadi daerah transit yang ideal bagi para sindikat narkotika dalam hal pendistribusian ke Bali atau provinsi lainnya yang ada di Indonesia. 

Tak hanya untuk pangsa narkotika domestik, lokasinya yang berdekatan dengan negara Autralia, berpotensi merangsang sindikat perdagangan gelap narkotik internasional untuk membidik Bali sebagai kawasan transit penyelundupan sebelum dikirim ke negara yang dikenal sebagai salah satu market dengan harga jual narkotika illegal tertinggi di dunia tersebut.

Tengok saja data perlintasan warga negara asing yang ada di bawah ini. Lebih dari 50 persen warga negara asing yang datang dan berangkat melalui bandara maupun pelabuhan di Bali, merupakan warga negara Australia. Intensitas perlintasan atar kedua negara ini tentunya menjadi modus pengelabuan yang bagus untuk para penyelundup narkotika.

Seluruh faktor dan kondisi yang telah dijabarkan di atas, mengakibatkan seluruh aparat penegak hukum narkotika, baik polisi maupun BNN, masih kewalahan dalam memberantas kejahatan narkotika di Bali. Bila tidak ada dukungan dan bantuan dari seluruh elemen masyarakat dalam memerangi kejahatan narkotika, ancaman kejahatan narkotika pun akan terus menggangu aktivitas Bali sebagai penyaji wisata yang bebas dari pengaruh narkotika.

Pecalang merupakan salah satu entitas masyarakat Bali yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dalam penanganan masalah kejahatan narkotika. Sosok pecalang yang selama ini cukup terasa dalam menjaga keamanan di beberapa acara agama atau adat di Bali, bisa didiversifikasi untuk membantu aparat penegak hukum dalam hal preemtif dan pendeteksian dini terhadap tindak pidana penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika. 

Namun, sebelum melibatkan pecalang dalam penegakan hukum narkotika, perlu adanya beberapan aturan baru untuk memperluas kewenangan pecalang yang selama ini terbatas pada pengamanan kegiatan agama dan adat saja. Pecalang, dapat diberdayakan dalam upaya pemberantasan kejahatan narkotika untuk mewujudkan pariwisata Bali bebas dari narkotika.

Pada tahun 2019, otoritas Bali memperluas kewenangan pecalang. Dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019, khususnya pasal 43 ayat 3, menyebutkan bahwa pacalang memiliki tugas partisipasi dalam membantu tugas aparat keamanan negara setelah perkoordinasi dengan prajuru (pengurus) desa adat.

Keterlibatan satuan pengamanan masyarakat semakin tebal, dengan lahirnya Peraturan Kepolisian RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut, mengatur keterlibatan figur masyarakat adat dalam penegakan hukum dalam mewujudkan kegunaan hukum dan rasa keadilan di masyarakat.

Keterlibatan peran masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya pemberantasan kejahatan narkotika di Negara manapun. Kemitraan pecalang bersama seluruh aparat penegak hukum di Bali, merupakan bentuk cerminan upaya bercitarasa lokal, salah satunya provinsi Bali, dalam hal memerangi narkoba yang sudah mencapai level darurat di Indonesia.

Upaya penegakan hukum tindak pidana narkotika yang selama ini diemban lembaga kepolisian daerah maupun Badan Narkotika Nasional Propinsi maupun Kabupaten/Kota, ternyata belum cukup dalam mewujudkan daerah Bali sebagai kawasan pariwisata yang bebas dari praktik tindak pidana penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika.

Kemungkinan pecalang sebagai mitra para penegak hukum tindak pidana narkotika yang sudah ada, bisa menjadi solusi untuk mengoptimalkan upaya penegakan hukum tersebut. Selain hidup dan berinteraksi sepanjang hari langsung di tengah masyarakat Bali, pecalang juga memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas keamanan masyarakat.

Kehadiran pecalang yang langsung berada di tengah masyarakat, tanpa terbatas waktu kerja layaknya seorang aparat, menjadi pilihan yang jitu dalam hal pemberantasan kejahatan narkotika. 

Tak hanya sebagai simbol masyarakat yang bisa menciutkan nyali para pelaku sindikat narkoba, kehadiran pecalang yang hidup langsung di tengah masyarakat bisa dijadikan deteksi dini sebagai bahan awal proses penegakan hukum tindak pidana penyalah gunaan dan peredaran gelap narkotika di Bali.(Red)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini