![]() |
Yanty dan anaknya didampingi kuasa hukum |
DELISERDANG | Kuasa hukum dan keluarga terdakwa hadir di kantor Kejaksaan Cabang Pancur Batu untuk menyampaikan permohonan penangguhan pelaksanaan eksekusi dengan alasan kemanusiaan. Selasa (3/6/2025).
Namun sayangnya Yanty sebagai terdakwa tetap dieksekusi oleh Jaksa Tantra.
Jonson David Sibarani SH, MH yang didampingi Paraduan Pakpahan SH dari Kantor Hukum Metro menyatakan, perkara ini sangat kontroversial, terlalu banyak manipulatif data, dan ada mafia hukum yang bermain.
"Banyak permainan oknum di sini sehingga membuat korban menjadi pelaku dan pelaku menjadi korban," ungkap Jonson diamini Paraduan.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) lengkap yang didapat kuasa hukum, diduga banyak sekali ditemukan ketidakberesan dalam BAP tersebut, bahkan sampai putusan pengadilan.
"Bahwa klien saya dipaksa menandatangani tanpa didampingi pengacara dan tanpa membaca terlebih dahulu. Ternyata BAP itu tidak sesuai dengan jawaban dari klien saya," sebut Jonson.
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang bersidang di Pancurbatu sebelumnya menjatuhkan pidana 4 bulan penjara dan telah dijalani Yanty. Kemudian Putusan Banding Pengadilan Tinggi Medan dengan nomor 1680/PID/2024/PT Mdn Tanggal 26 September 2024 memperberat hukuman Yanty menjadi 6 bulan penjara.
"Kami menilai, diperberatnya hukuman istri saya Yanty karena di dalam memori bandingnya, jaksa sebagai pemohon banding menyatakan perbuatan Yanty telah berulangkali dilakukan sehingga penjatuhan pidana terhadap Yanty tidak sebanding dengan perbuatan yang telah dilakukannya, yang dapat merusak generasi muda dan merupakan ancaman bagi negara. Itulah isi memori banding yang menyebabkan naiknya hukuman dari 4 bulan menjadi 6 bulan. Pertanyaannya, kapan istri saya melakukan perbuatan pidana berulang? Ini harus dipertanggungjawabkan JPU," timpal Erwin Henderson, suami Yanty yang ditemui di Kantor Cabjari Pancurbatu.
Sedangkan Mahkamah Agung RI menolak permohonan Kasasi yang dilakukan Jaksa dan juga Yanty dengan nomor 547 K/PID/2025 Tanggal 4 Maret 2025. Sehingga perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Sehingga jaksa hendak melakukan eksekusi atas kekurangan hukuman yang dijalani Yanty. Kata Jonson lagi, tidak ada yang salah dalam rencana penerapan hukuman yang akan dilakukan oleh eksekutor tersebut. Akan tetapi, pihaknya memohon demi kemanusiaan karena perkara ini terlalu kontroversial sehingga perlu diuji di upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali yang sedang mereka persiapkan.
"Disamping itu Klien saya memiliki dua anak yang masih kecil, saat ini sangat membutuhkan kehadiran Yanty selaku ibunya, bahkan keduanya telah mengalami traumatik atas pemidanaan yang pernah dijalaninya, sampai anaknya mengalami sakit," kata Jonson lagi
"Perkara ini bukan korupsi, bukan narkotika. Ini murni perkara kemanusiaan. Anak klien kami yang masih kecil sudah pernah dipisahkan dari ibunya. Ini mau dipisahkan lagi, sungguh menyedihkan," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa proses hukum yang dijalani terpidana dinilai tidak adil dan penuh rekayasa.
Pihaknya mengaku tidak sekadar mendampingi terpidana, melainkan datang untuk meminta para petinggi kejaksaan agar mempertimbangkan penundaan eksekusi.
"Banyak kejanggalan yang belum dibuka terang-terangan. Kami ingin hukum ditegakkan secara adil," tambahnya.
Jonson mengungkapkan kliennya sama sekali tidak ada melakukan penganiayaan kepada Lili Kamso, namun kenapa Yanty menjadi tersangka bahkan sampai jadi terpidana. Padahal ia dikeroyok oleh pelapor dan anaknya Roland. Hingga mengalami luka lebam di tangan, kaki dan badan, tidak hanya itu Yanty juga mendapat perawatan di Rumah Sakit.
Sementara itu Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Pancur Batu Yus Iman M Harefa memberikan klarifikasi bahwa proses hukum telah berjalan panjang sejak 2004.
"Perkara ini telah melewati seluruh tahapan hukum, dari penyidikan hingga kasasi di Mahkamah Agung. Semua upaya hukum telah digunakan," jelasnya.
Pada Rabu lalu, pihak kejaksaan berhasil menemukan terpidana dan berniat mengeksekusi sesuai putusan Mahkamah Agung.
Namun keluarga dan pengacara memohon penundaan dengan alasan anak terpidana sedang sakit. Kejaksaan akhirnya menunda eksekusi dengan syarat dibuatnya surat pernyataan bahwa terpidana akan hadir secara sukarela.
Meski begitu, Kacabjari menegaskan bahwa putusan Mahkamah Agung bersifat final dan wajib dilaksanakan.
"Hukum harus dijalankan. Kami bersikap manusiawi, tetapi kami juga tidak bisa mengabaikan kewajiban hukum," tutupnya
Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyentuh isu keadilan, kemanusiaan, dan integritas proses hukum. Warga berharap agar kebenaran tidak dikorbankan, dan hukum tetap menjadi panglima tertinggi.
Amatan wartawan, tampak Yanty dan keluarga menjerit histeris di dalam kantor Cabjari Pancurbatu. Mereka menuding jaksa tidak manusiawi. "Kalau bapak tidak mengatakan saya telah melakukan pidana berulang, saya tidak akan diperberat hakim banding. Kejam bapak," ketua Yanty kepada Jaksa Tantra Perdana Sani sesaat akan dieksekusi ke Lapas Perempuan Tanjung Gusta Medan.
Informasi dihimpun, Yanty justru merupakan korban pengeroyokan Roland dan Lili Kamso. Hal itu sebagaimana tertuang dalam LP no 450 di Satreskrim Polrestabes Medan yang perkaranya justru dihentikan di tingkat penyelidikan.
"Kita sedang berusaha membuka perkara itu. Sangat tidak masuk akal dan tidak adil. Kita akan perjuangkan sampai tuntas perkara ini. Artinya klien kami di sini dikriminalisasi. Semoga keadilan bisa didapatkan klien kami," harap Jonson *seusai* proses eksekusi yang dilakukan jaksa terhadap Yanty.(Sigit)