Diduga Bank BCA Blokir Rp 318 Juta Dana Nasabah, Pelanggaran Prosedur dan Undang-Undang Perbankan

Sebarkan:
Dimas Pradifta didampingi kuasa hukum mendatangi kantor Bank BCA Medan

MEDAN |
Nasabah Bank Central Asia (BCA) Dimas Pradifta warga Medan Helvetia menjadi korban praktik perbankan yang dinilai kontroversial. Diduga dana miliknya sebesar Rp 318 juta hingga kini belum dapat diakses dan dibuka oleh pihak Bank. Selasa (17/06/2025).

Kasus ini menimbulkan kecurigaan kuat atas pelanggaran prosedur dan potensi pelanggaran Undang-Undang Perbankan dan ada indikasi ingin menguasai dana Nasabah.
 
Pradifta memblokir rekeningnya sendiri pada 13 Mei 2025 karena kehilangan sejumlah dokumen penting didalam tas, termasuk ATM, ponsel dan lain-lain. Tujuannya untuk mencegah penyalahgunaan dana dikenakan hilangnya HP nasabah.

Ironisnya, permintaan pembukaan blokir pada 1 Juni 2025 justru menemui jalan buntu. Ia hanya bertemu dengan tim legal BCA, tanpa didampingi Manajement Bank dan pimpinan Bank, dan selalu mendapat penolakan tanpa alasan yang jelas dan tidak memberikan jawaban pasti.
 
Pihak BCA berdalih adanya laporan masyarakat tanpa nomor laporan polisi yang valid dan tidak ada nomor Laporan Polisi yang menuduh adanya tindakan Penipuan dan penggelepan.
Kuasa hukum Pradifta, Henry Pakpahan SH membantah keras klaim tersebut. Ia menegaskan bahwa hanya pusat pelaporan dan analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berwenang memblokir rekening nasabah.

Tindakan BANK BCA ini jelas-jelas melanggar prosedur perbankan yang berlaku.
 
"Ini jelas sebuah tindakan sewenang-wenang, klien saya meminta pemblokiran untuk melindungi dananya, bukan untuk kemudian dipersulit aksesnya. BCA telah gagal menjalankan tugasnya sebagai lembaga perbankan yang bertanggung jawab dan transparan," tegas kuasa hukum Pradifta.
 
Lebih lanjut, kuasa hukum mempertanyakan mengapa BCA tidak melibatkan manajemen dalam proses penyelesaian masalah ini.  Pertemuan berulang kali hanya dengan tim legal menimbulkan kecurigaan akan adanya upaya untuk mengaburkan fakta dan menghindari tanggung jawab.
 
"Kasus ini bukan hanya menyangkut kerugian finansial Pradifta, tetapi juga menimbulkan preseden buruk bagi kepercayaan publik terhadap sistem perbankan di Indonesia," ungkap Henry

Tindakan BCA yang diduga melanggar UU Perbankan, khususnya terkait kewenangan pemblokiran rekening, patut diusut tuntas oleh pihak berwenang.

"Apakah ini hanya puncak gunung es dari praktik-praktik serupa yang terjadi di perbankan Indonesia?  Publik menuntut transparansi dan keadilan!  Pihak berwenang harus segera turun tangan dan menyelidiki dugaan pelanggaran UU Perbankan yang dilakukan oleh Bank BCA. Korban meminta pertanggungjawaban atas kerugian yang dialaminya dan meminta agar dananya segera dikembalikan," sebutnya
 
Lanjut kuasa hukum, PPATK memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran rekening terkait tindak pidana pencucian uang. Namun, pemblokiran harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan dengan pemberitahuan kepada pihak terkait. Pemblokiran oleh bank tanpa koordinasi dengan PPATK atau OJK, apalagi tanpa pemberitahuan kepada nasabah, bisa menjadi masalah. OJK sebagai pengawas perbankan memiliki kewenangan untuk menindak bank yang melanggar aturan. 

Pasal 40 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perbankan mengatur tentang kerahasiaan bank dan hak nasabah. Pemblokiran tanpa pemberitahuan bisa dianggap melanggar ketentuan ini.(Sigit)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar