Hentikan Kasus Pengeroyokan, Polisi Malah Penjarakan Korban

Sebarkan:
Sherly dan Yanty mengalami luka-luka karena dianiaya RL dan LK

MEDAN |
Kasus yang dialami Sherly dan Yanty sangat viral sampai menjadi perbincangan hangat di dunia maya dan nyata selama dua pekan terakhir ini. Postingan salah satu akun media sosial TikTok bahkan sampai tembus di angka 29 juta penonton, Rabu (18/6/2025). 

Wajar jika banyak berempati terhadap perkara yang berat sebelah itu. Sebab secara kasat mata, orang dapat menilai siapa sebenarnya yang menjadi korban dalam tragedi keji di Kompleks Cemara Asri pada 5 April 2024 silam.

Tak mau hanya sekedar viral, Yanty melalui tim Penasihat Hukum menyurati Kapolda Sumut, Irjen. Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H meminta agar memproses kembali kasus pengeroyokan yang dialaminya, serta segera menarik perkara tersebut dari Polrestabes Medan dan memenjarakan para pelaku.
"Kemarin itu terjadi ribut-ribut di Cabjari Pancurbatu bukan tanpa alasan. Yanty dan keluarga hanya berharap agar jaksa pakai hari nurani. Apa sih urgensinya Yanty ditahan lagi? Apakah negara dirugikan kalau dia tidak ditahan? Kalau bicara hukum, sudah pasti konyol klien kita. Makanya kita bicara dan mengedepankan rasa kemanusiaan. Hukum itu dibuat untuk kemanusiaan dan keadilan. Jangan dibalik," ketus Jonson David Sibarani SH MH yang ditemui wartawan usai pendampingan kasus Tipikor P3K Langkat di Pengadilan Negeri Medan, Senin (16/6/2025) sore.

Diterangkannya, viralnya kasus Sherly dan Yanty sempat membuat Jonson dan kawan-kawan merasa dirugikan. Sebab banyak yang mengira perkara tersebut kalah dalam proses pendampingan mereka. 

"Saya sampai capek menjawab satu persatu pesan dan telfon masuk. Semua pada nanya, kok bisa klien dipenjara padahal merupakan korban? Melalui kesempatan ini saya jelaskan, kasus ini baru kita tangani setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum kasasi ditolak Mahkamah Agung, barulah kita dijumpai sama keluarganya. Karena kita prihatin, kita siap untuk membongkar dan meluruskan benang kusut ini," kata Jonson yang didampingi Togar Lubis SH MH, serta Paraduan Pakpahan SH.

Salah satu langkah yang dilakukan para pengacara dari Kantor Hukum Metro itu adalah dengan meminta Kapolda Sumut memproses kembali laporan pengaduan Yanty sebagai korban pengeroyokan yang dilakukan RL dan LK. Sebab setelah delapan bulan diproses Unit Pidum, Satreskrim Polrestabes Medan, perkara tersebut justru dihentikan di tingkat penyelidikan.

"Sangat tidak masuk akal SP2Lid yang dikeluarkan oleh rekan-rekan penyidik itu. Ada korban bonyok-bonyok sampai sempat dirawat dalam status pembantaran di Rumah Sakit Bhayangkara Medan selama sembilan hari, ada visum, ada saksi, ehhh... kasusnya malah dihentikan dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Padahal itu ancamannya kena pasal berlapis lho. 351 juncto 170 KUHPidana. Di sisi lain, laporan LK diproses secepat kilat. Yanty ditangkap hanya dalam waktu 3 hari setelah dilaporkan yang kami duga tanpa proses penyelidikan yang memadai. Tidak ada proses pemanggilan dan pemeriksaan sebagai saksi. Yanty dijemput sama 5 petugas, diperiksa dan ditahan. Padahal pasal yang dikenakan cuma 351 ayat 1. Itu zolim namanya," tutup pengacara dari berbagai organisasi yang berbeda itu.

Oleh karenanya, pihaknya berharap agar Kapolda Sumut dapat memproses dan menarik kembali perkara ini. Sebab mereka sudah tidak yakin lagi Polrestabes Medan bakal profesional menanganinya.(Sigit)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar