Ketua DPD KNPI : Simpangsiur Data Penerima Bansos di Sumut Berpotensi Penyelewengan

Sebarkan:
Teks foto = Ketua KNPI SUMUT, SAMSIR Pohan
MEDAN | Kesiampangsiuran data penerima bantuan sosial di Sumut seharusnya tak boleh terjadi. Kinerja Pemprov Sumut pun dinilai lambat bila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Penilaian itu disampaikan Ketua DPD KNPI Sumut Samsir Pohan, Sabtu (2/5/2020) di Medan.

Menurutnya, informasi yang disampaikan Pemprov Sumut melalui humas terkait data calon penerima bantuan sosial simpang siur dan berubah-ubah.

" Ini menggambarkan ketidaksigapan pemerintah provinsi, khususnya Dinas Sosial Sumut. Ini juga koreksi buat Humas Pemprov Sumut. Di masa pandemi, kerja-kerja yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat harusnya ditangani lebih sigap, cepat dan tepat sasaran," kata Samsir.

Wakil Ketua Golkar Sumut itu menjelaskan indikasi kesimpangsiuran data tersebut. Humas Pemprovsu melansir berita 27 April 2020 dari sumber web resmi Humas Pemrov Sumut berjudul (Pemprov Sumut Salurkan BLT Mulai Awal Mei Behini Teknis Penyalurannya)

Kemudian Samsir membandingkan dengan berita 28 April 2020 (sehari setelahnya), juga dari sumber yang sama web Humas Pemprov Sumut (Warga Sumut Bakal Dapat Bantuan)

Pada berita yang dilansir 28 April 2020,  jumlah masyarakat Sumut yang akan memperoleh bantuan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yakni berjumlah 1.321.426.

Dengan rincian 662.661 KK dari program PKH, 662.762 KK dari Bantuan Sosial Tunai (dana ini dikucurkan dari APBN).

" Penjumlahan itu salah. Jika dijumlahkan 662.661 + 662.762 = 1.325.423 bukan 1.321.426," urai Samsir.

Kemudian pada berita yang sama dan hari yang sama, calon penerima lainnya yakni 96.644 KK dari APBD Sumut senilai Rp300 miliar.

"Jika kita hitung, Rp300 Miliar dibagi 96.644 KK maka hasilnya sekitar Rp3 juta. Ini yang akan dibagikan. Mungkin maksudnya disesuaikan dengan BLT, 3 termin untuk bantuan April, Mei dan Juni," ujar Samsir.

Kemudian, Samsir pun membandingkan berita itu dengan isi berita 27 April 2020. di berita itu, Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumut Ismail Sinaga menyampaikan, GTPP Covid-19 Sumut mengalokasikan anggaran sebesar Rp300 miliar untuk JPS di tahap pertama setelah sebelumnya hanya sekitar Rp100 miliar. Selanjutnya dana sebesar Rp270 miliar dialokasikan untuk BLT dengan perhitungan awal ada 150.000 KK di Sumut yang tidak ter-cover bantuan dari pusat.

" Di berita 27 April 2020 disebutkan ada 150.000 KK yang tidak ter-cover bantuan dari pusat (APBN). Sementara pada esok harinya, berita tanggal 28 diterangkan bahwa penerima bantuan bersumber APBD provinsi berjumlah 96.644 KK. Mana yang benar," ujar Samsir.

Di sisi lain, Samsir juga menyoroti keterlambatan penyaluran BLT yang berjumlah Rp600.000 / KK bersumber APBN masih bisa ditolerir karena per April 2020 penerima manfaat PKH sudah menerima bantuan reguler.

" Nah, masyarakat yang bukan penerima program PKH itu seharusnya cepat dibantu pemerintah daerah. Jangan lambat. Bila ada cara selain penyaluran via kantor POS yang lebih efektif dan efisien bisa dipertimbangkan," katanya.

Bila perlu, sambung Samsir, berdayakan tenaga pendamping PKH dan berikan insentif yang memadai untuk pekerjaan input data non-DTKS.

"Jangan dana operasional penanganan Covid-19 hanya digunakan untuk rapat-rapat yang faktanya membuahkan kebijakan yang lamban. Karena pendamping PKH itu langsung berhadapan dengan penerima bantuan sosial dan setiap saat menerima info keberadaan masyarakat miskin," ujar Samsir.

Menurutnya, bantuan untuk April disalurkan di bulan Mei ini kan jadi persoalan.

" Mudah-mudahan awal Mei benar-benar sudah tersalurkan dengan baik. Provinsi-provinsi lain sudah mulai sejak lama, kita masih berkutat pada data. Kita ketinggalan, rakyat bisa bandingkan kinerja Sumut dengan dengan daerah lain. Yang lain kenapa bisa cepat," tandas dia.

Samsir menegaskan transparansi mampu meminimalisir kecurangan-kecurangan.

"Kalau simpangsiur akan berpotensi curang dan penyelewengan," tukas Samsir.(Sigit)
Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini